Palu – Setelah 31 tahun sejak pembentukkannya, Jamaah Islamiyah atau JI akhirnya resmi membubarkan diri. Sejumlah tokoh dan elite JI menyatakan diri kembali ke pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pernyataan pembubaran JI pertama kali dinyatakan 30 Juni 2024 di Bogor, Jawa Barat.
Di Poso, Kamis (8/8/2024) dan Palu, Jumat (9/8/2024) Sulawesi Tengah, tidak kurang 180 anggota JI membacakan ‘Deklarasi Poso’ dan ‘Deklarasi Palu’ menyatakan pembubaran diri dan berikrar setia kepada NKRI.
Deklarasi tersebut dihadiri oleh Kepala Satuan Tugas Wilayah Detasemen Khusus 88 Antiteror Sulawesi Tengah dan sejumlah personel lainnya.
Sejumlah petinggi JI hadir dalam deklarasi tersebut, antara lain, Yasir Abdul Barr alias Aslam dan Utsman Hedar bin Saef alias Fahim.
Aslam menyatakan menyatakan, pembubaran ini mereka lakukan berdasarkan beberapa kajian yang mereka lakukan setelah 31 tahun melihat perkembangan JI.
“Secara umum Jamaah Islamiyah kegiatannya adalah jariyah berupa dakwah dan sosial yang dilakukan terang-terangan, ada pula kegiatan yang kita kita kenal sebagai tadrib asykari, menyusun kekuatan militer. Sebenarnya, tidak ada fatwa resmi untuk itu, namun kita melihat pada praktiknya ada pergerakan ke arah itu, melawan negara. Meski itu keluar dari arahan dari petinggi mantiqi, sampai kita melihat ada yang dari Malaysia melakukan gerakan-gerakan itu di Indonesia,” ungkap Aslam.
Ia melihat bahwa justru dampak dari gerakan-gerakan itu mengakibatkan korban pula dari kalangan muslim.
“Kita melihat itu menimbulkan dampak yang tidak baik pada gerakan dakwah, pendidikan dan sosial yang kita lakukan, dan merugikan umat Islam sendiri. Itulah sehingga para pendiri, senior melakukan kajian-kajian yang sampai pada pada kesimpulan bahwa ada yang harus direvisi dengan melihat bahwa negara ini sejatinya didirikan oleh para ulama yang sudah mengantarkan negara ini ke gerbang kemerdekaan dan kita anak cucunya harus melanjutkan cita-cita mereka,” sebut Ustadz yang kini bermukim di Boyolali ini.
Untuk menyosialisasikan pembubaran ini sejumlah petinggi JI telah berkeliling lebih dari 10 kota dan melakukan hal sama dengan melakukan dialog dan memberikan pemahaman soal ini.
“Kami berkeliling ke lebih dari 10 kota di Indonesia, seperti di Sulawesi Tengah, kami sudah di Poso dan Palu menyosialisasikan faham baru ini. Bila tidak salah JI memiliki tidak kurang dari 6 ribu anggota di seluruh Indonesia. Sementara yang sudah ikut ini beberapa perwakilan dari mereka,” sambung Ustadz Fahim.
Ke depan, imbuhnya, ia mengajak para anggota JI banyak belajar kepada ulama-ulama nasional yang baik pahamnya pada proses berdirinya negara ini. Menurutnya, negara ini didirikan oleh para ulama, dan itu artinya mewakili umat Islam secara keseluruhan,
“Semoga dua tiga bulan ini atau sampai dengan Desember 2024, kita bisa bersilaturahmi dengan seluruh Ikhwan di seluruh Indonesia,” harap dia.
Ia menyatakan deklarasi pembubaran JI di Sulteng ini menjadi rangkaian dari pembubaran JI yang telah dideklarasikan di Sentul, Bogor, 30 Juni 2024 lalu.
Poin ‘Deklarasi Poso’ dan ‘Deklarasi Palu’
Dalam deklarasi ini, tokoh senior JI dan anggotanya bersama-sama membacakan deklarasi sebagai tanda kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan membubarkan JI.
Berikut Poin-poin deklarasi yang dibacakan para eks anggota JI:
Kami eks anggota Al-jamaah Al-Islamiyah, wilayah Sulawesi Tengah dan sekitarnya, menyatakan:
- Mendukung atau Samina wa ato’na, terhadap pembubaran Al-jamaah Al-Islamiyah, oleh para masyayikh kami, di Bogor pada tanggal 30 Juni 2024._
- Siap kembali ke pangkuan NKRI dan terlibat aktif mengisi kemerdekaan, serta menjauhkan diri dari pemahaman dan kelompok tatharruf.
- Siap mengikuti peraturan hukum yang berlaku di NKRI, serta berkomitmen dan konsisten untuk menjalankan hal-hal yang merupakan konsekuensi logisnya. Semoga Allah meridhoi keputusan ini.
Setelah membacakan sejumlah pokok-pokok ikrar setia kepada NKRI bertajuk ‘Deklarasi Palu’, diikuti dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya.
“Deklarasi Palu ini adalah pernyataan sikap kami untuk taat pada para amir Jamaah Islamiyah yang telah menyatakan pembubaran diri,” tandas Ustadz Fahim.
Proses deradikalisasi yang intensif dilakukan oleh pihak berwenang selama beberapa tahun terakhir tampaknya membuahkan hasil. Mantan anggota JI yang kini berkomitmen untuk meninggalkan ideologi radikal ini telah berpartisipasi dalam berbagai program pelatihan dan pendidikan yang bertujuan untuk mengintegrasikan kembali mereka ke dalam masyarakat.
Salah seorang eks anggota JI yang tidak ingin disebutkan namanya menyatakan bahwa keputusan untuk membubarkan diri ini diambil dengan kesadaran penuh akan dampak negatif yang ditimbulkan oleh tindakan-tindakan radikal di masa lalu.
“Kami sadar bahwa apa yang kami lakukan sebelumnya adalah salah, dan sekarang saatnya untuk memperbaiki kesalahan itu dengan berkontribusi positif bagi negara ini,” ujarnya.
Dengan pembubaran JI Sulteng ini, diharapkan akan diikuti oleh kelompok-kelompok lain yang masih beroperasi di berbagai wilayah di Indonesia. Pemerintah Indonesia bersama aparat penegak hukum terus berupaya untuk memastikan bahwa gerakan-gerakan radikal tidak lagi mendapatkan tempat di negeri ini.
Pembubaran ini menandai babak baru dalam upaya Indonesia untuk memerangi terorisme, sekaligus menjadi simbol penting bagi mantan anggota JI yang kini bertekad untuk membangun masa depan yang lebih damai dan harmonis. *